Kamis, 24 Desember 2009

Arloji Mewah dari Swiss

SwitzerlandSwiss adalah salah satu negara Eropa yang mempunyai banyak keunikan. Kesan pertama bagi yang pernah berkunjung ke Swiss adalah keindahan dan kebersihan kota-kotanya. Seandainya biaya hidup di negara ini tidak mahal, pastilah banyak orang yang ingin tinggal di negara ini.

Dalam dunia bisnis, Swiss mempunyai kekuatan dalam beberapa industri. Paling tidak ada dua industri yang menonjol, yaitu farmasi dan arloji. Perusahaan-perusahaan farmasi raksasa seperti Organon, Sandoz dan Roche adalah nama dari beberapa perusahaan farmasi yang sudah merambah ke banyak negara di dunia.

Dalam hal arloji, reputasi Swiss tidak perlu dipertanyakan. Industri arloji sepertinya sudah menjadi bagian dari kultur negara ini. Membuat dan memproduksi arloji tak ubahnya seperti sedang mempraktekan hobby bagi mereka yang terlibat dalam industri ini. Walaupun demikian, banyak orang mungkin lupa bahwa industri arloji Swiss pernah mengalami masa-masa suram.

Sekitar tahun 1950, industri arloji Swiss mengalami masa puncak kejayaan. Secara total, Swiss menguasai 80% dari total pasar di seluruh dunia pada masa itu. Hingga pertengahan tahun 1970-an, Swiss masih menjadi market leader dalam industri ini.

Perubahan terjadi saat pengusaha arloji mulai menemukan teknologi baru. Dulunya orang hanya tahu arloji mekanik. Mulai akhir tahun 70-an, arloji elektronik mulai diperkenalkan. Untuk membuat jam mekanik, diperlukan suatu keahlian yang tinggi. Di lain pihak, jam elektronik lebih mengandalkan microchip sebagai dasar dari teknologi digital. Sebenarnya, Swiss juga merupakan negara pertama mengembangkan jam arloji elektronik. Tapi karena tidak yakin akan prospeknya, mereka bertahan dengan jam mekanik dan tidak mengembangkan jam elektronik.

Pelan tapi pasti, Jepang mulai menyodok posisi Swiss. Rupanya, Jepang bukan satu-satunya negara yang ingin berebut pangsa pasar arloji dari Swiss. Negara-negara Asia lainnya seperti Hongkong dan Taiwan ternyata juga ikut memotong pangsa pasar arloji Swiss. Perusahaan-perusahaan Swiss mulai berguguran. Banyak orang meramalkan bahwa masa kejayaan Swiss telah berlalu.

Akhirnya, Swiss hanya menguasai pasar untuk arloji mewah, yaitu arloji dengan harga di atas Rp 5 juta. Pada pasar arloji untuk kelas menengah dan arloji kelas bawah, pangsa pasar arloji Swiss mendekati nol.

Sejarah dalam industri arloji kemudian mencatat prestasi spektakuler. Pertengahan tahun 1980-an, dua perusahaan raksasa Swiss bergabung. Yang satu adalah perusahaan yang membuat arloji Omega. Perusahaan yang lain adalah pembuat Rado dan Longines. Perusahaan gabungan ini bernama SMH.

Switzerland TimepieceSMH membuat dua pertimbangan yang sangat penting. Pertama, mereka menyadari bahwa segmen kelas bawah adalah pasar yang sangat besar. Arloji dengan harga di bawah Rp 300.000, kira-kira 90% dari total pasar arloji. Arloji dengan kelas antara Rp 300.000 hingga Rp 5 juta mempunyai porsi sekitar 7-8%. Sisanya, hanya sebesar 2-3% adalah untuk arloji dengan harga diatas Rp 5 juta. Oleh karena itu, SMH memutuskan untuk masuk ke dalam segmen ini dan berupaya membuat arloji dengan harga jual di bawah Rp 300.000

Kedua, membuat arloji bukan hanya mengandalkan teknologi. Teknologi yang ada sudah mampu memenuhi kebutuhan para konsumen dalam hal akurasi. Akurasi atau ketepatan waktu adalah "functional benefit" bagi seseorang untuk membeli aroloji. SMH kemudian berpikir lain. Mereka memproduksi arloji sebagai suatu "fashion". Arloji dengan desain warna-warni dan dinamis. Ini penting agar konsumen memperoleh "emotional benefit" dalam menggunakan suatu arloji.

Akhirnya, SMH memproduksi arloji dengan merek Swatch atau kepanjangan dari "Swiss watch". Sambutan konsumen dari seluruh dunia sungguh luarbiasa. Di Eropa, banyak konsumen yang mengkoleksi jam Swatch lebih dari 10 buah. SMH memproduksi arloji lebih dari 100 juta buah setiap tahunnya.

Seandainya arloji hanya diposisikan sebagai alat untuk mengukur waktu, tidak banyak orang yang mau memiliki lebih dari 2 buah arloji. Sekali "functional benefit" sudah terpenuhi, konsumen tidak terlalu menuntun lebih banyak.

Lain bila "emotional benefit" yang lebih dominan. Tuntutan konsumen sering berubah dan disinilah "desain" atau "fashion" sangat berperan.

Kasus Swatch menjadi pelajaran yang berharga untuk industri yang banyak mengandalkan teknologi tinggi. Tak selamanya, terus memanfaatkan kemajuan teknologi merupakan jurus terbaik untuk melakukan penetrasi pasar.

Handphone adalah produk dengan teknologi tinggi. "Functional benefit" yang ditawarkan jelas, yaitu sebagai alat yang praktis dan nyaman untuk berkomunikasi. Bila ini satu-satunya benefit yang konsumen dapatkan, memiliki sebuah handphone akan dirasakan cukup.

Bagaimana kalau sebuah "handphone" juga menawarkan "emotional benefit" ? Mungkin, kasus Swatch akan terulang lagi.

Coba Cek kembali apa yang ditawarkan oleh produk Anda ?

0 Comments:

Post a Comment